Pikiranku kembali melayang menuju suatu waktu di awal tahun 2008.
Perlahan, kepingan-kepingan setiap episode kehidupanku pun bergerak
menyeruak. Membuka kembali cerita-cerita lama, yang sudah tersimpan rapi
dalam suatu ruang di dalam hati. Mengingatkanku pada suatu waktu yang
mengubah semuanya. Awal pertemuanku denganmu.
Engkau hadir
dalam diam dan ketenangan. Hingga akupun tidak terlalu memerdulikan
sosokmu. Melihatmu pun hanya sekilas, seorang mahasiswa dengan sweater
buntungnya, tampak rapi, duduk di sebuah selasar kampus besar ini. Dan
perkenalan yang ada pun terasa biasa. Tanpa ada rasa dan semua berjalan
sebagaimana adanya.
Namun, setelah itu, dapat kukatakan
bahwa kami berdua cukup sering melakukan komunikasi. Bahkan aku sering
sekali meneleponnya. Bertanya mengenai apa saja materi-materi yang harus
disiapkan, mengecek persiapan dari semua teman, dan masih banyak hal
lainnya terkait dengan kegiatan yang akan kami laksanakan. Semua
penjelasannya jelas, runtut, mudah dipahami, sekaligus mencerahkan.
Pribadi yang menyenangkan, kupikir. Dan aku pun menemukan patner kerja
yang hebat !!!!!
Tak terasa, tiga bulan sudah persiapan
kegiatan tersebut berjalan. Aku mulai sedikit mengenal siapa dirimu.
Setidaknya aku mendapatkan info itu dari kakak kelasku. Benar dugaanku,
engkau bukan orang biasa. Dulu, engkau adalah seorang ketua kerohanian
Islam di sebuah sekolah negeri favorit di kota ini. Alhamdulillah, ada
seseorang yang paham yang nantinya bisa aku ajak diskusi untuk sebuah
misi, misi kebaikan..:p
Hingga sampai pada waktunya,
ketika kami harus tinggal di sebuah perkampungan di kaki Gunung Merapi
selama dua bulan lamanya. Ternyata rencana-Nya membuat kami harus
bertemu setiap saat, karena kami indekos di tempat yang sama, yaitu
rumah bapak Kepala Desa. Rupa-rupa ternyata teman-temanku di sana,
bahkan ada-ada saja ulahnya. Bagaimana canda tawa mereka, pemikirannya,
juga interaksinya. Suatu hal yang jarang kutemui, yang menunjukkanku
bagaimana dunia di sekitarku. Yupz… Pada akhirnya kuputuskan, minimal
aku bisa mewarnai duniaku saat itu, menggoreskan kebaikan bagi semua.
Aku bukanlah orang yang senang membiarkan lingkungan di sekitarku tak
tersentuh sama sekali. Bahwa seorang muslim itu bagaikan cahaya dan
tugas kita menunjukkannya. Toh aku tidak sendiri, ada dirimu yang bisa
aku andalkan.
Namun, engkau diam. Aku hanya melihat dirimu
pergi sendiri ke masjid, tanpa mengajak yang lain. Hingga akhirnya, aku
menanyakan tentang apa tujuanmu ada di sini. Sampai episode ini, aku
tertawa, bagaimana mungkin aku melakukannya. Dan aku pun sudah lupa
engkau menjawab apa. Sesudah ini, keadaan pun lebih baik. Setiap hari
kami semua sholat berjamaah, bahkan selepas sholat maghrib kami mengaji
bersama. Sungguh momen yang tak akan kulupa. Aku suka…